Blog – G2Academy

G2Academy's Blog

Your go-to source for all things tech and innovation!

project data analytics gagal

Tidak bisa dipungkiri jika kita mau mengakui dengan bijak bahwa banyak sekali Project Data Analytics gagal, baik itu di area Business Intelligence maupun Data Science, dari proyek berbiaya rendah (Open Source & In-House) sampai dengan berbiaya tinggi (License tingkat enterprise dengan implementor kaliber tinggi).

Jika pada prinsipnya bahwa Data Analytics adalah proses mengubah data menjadi insights untuk dapat membuat keputusan yang baik untuk dapat mengoptimalkan bisnis, maka mungkin tidak akan ada banyak Tim Data Analytics yang ter-layoff dari organisasinya. Hence, secara over-simplified dapat dikatakan Project Data Analytics kebanyakan saat ini tidak dapat memberikan dampak terhadap business outcome secara signifikan. 

Pernyataan tersebut bukanlah pernyataan subjektif semata. Gartner pada artikelnya pada tahun 2017 mengatakan “85% of big data projects fail” serta pada tulisan lainnya di tahun 2019, Gartner mengatakan “Through 2022, only 20% of analytic insights will deliver business outcomes”. Tak hanya Gartner, VentureBeat juga pernah merilis artikel pada tahun 2019 yang mengatakan “87% of data science projects never make it to production”. 

Pengenalan Masalah Project Data Analytics Gagal

Lantas mengapa setelah bertahun-tahun pekerjaan “Data Analytics” ada di industri, yet masih banyak sekali yang gagal menjadi wasted effort & resource? Saya akan coba membedah dari sudut pandang pengalaman saya di bidang data lintas sektor (Manufacture, Consulting, State-Owned Enterprise hingga Public Sector) sehingga mendapat gambaran yang holistik.

Tidak Adanya Sinergi antara People, Process & Technology

Proyek Data memiliki 3 faktor kritikal yang semuanya harus dipenuhi, tidak hanya sebagian. Yang terjadi saat ini adalah hal ini tidak pernah terpenuhi, yang ada hanya sebagian bahkan salah satu saja. Berikut adalah gambaran dan dampaknya:

1. Aspek People tidak terpenuhi

Solusi sudah jadi di tingkat enterprise, sudah ada dashboard, sudah ada aliran data. Namun tidak semua stakeholders terbangun kapabilitasnya, baik sebagai analis, pemberi rekomendasi maupun pengambil keputusan. Solusi yang sudah ada hanya diketahui dan dikuasai oleh “seorang IT” yang membuat solusi tersebut.

Jika beruntung, solusinya tetap digunakan, namun ketergantungan terhadap orang tersebut sangatlah tinggi, setiap meeting harus mengundang orang tersebut. Jika tidak beruntung, maka solusinya pun “sangat IT”, tidak ada metrics kuat untuk dipantau, dashboard yang ada hanya visual cantik yang hanya menggambarkan trend dan margin sederhana.

2. Aspek Process tidak terpenuhi

Tiap departemen sudah terbiasa menganalisis data dan melihat dashboard. Permasalahannya adalah masing-masing memiliki versi datanya sendiri. Ketika departemen Marketing ditanya angka “Sales”, versi mereka berbeda dengan angka “Sales” versi departemen Finance.

Ini menjadi “Chicken and Eggs” yang tidak pernah ditemukan kesepakatan. Hal ini diakibatkan aliran data yang masih berjalan sendiri-sendiri. Tidak adanya kesepakatan proses tingkat enterprise yang mengorkestrasikan definisi dan aliran data dari satu departemen ke departemen lain. Akibatnya, Single Truth of Information tidak pernah terpenuhi.

3. Aspek Technology

Jangan salah, dalam pengalaman saya, sering menemukan organisasi yang sudah memiliki kapabilitas data pada SDMnya dengan baik, proses yang sudah terhubung antar departemen beserta SOP yang cukup kuat. Namun, pada kasus tersebut justru banyak tidak dapat move-on dari teknologi lawas yang tidak scale. Seperti “Organisasi saya tetap menggunakan infrastruktur on-premise, tidak mau ke cloud” atau “Dengan paginated-report / pivot selama ini sudah cukup, saya tidak perlu BI-reporting”.

Akibatnya, meski proses Analytics berjalan namun proses yang berjalan membutuhkan step yang panjang sehingga time-consuming, dan analisis yang dilakukan kaku serta tidak mendalam. Padahal, teknologi semakin berjalannya waktu justru mempermudah dan mempercepat proses yang tadinya harusnya dilakukan 10 step, menjadi 1-2 step, dari yang tadinya hanya dapat menghandle data GB menjadi TB, dan seterusnya.

Pertanyaan-Pertanyaan Strategis 

Katakanlah organisasi anda sudah memiliki talenta yang siap secara teknis. Proses yang sudah baik serta sudah menggunakan teknologi yang mumpuni sehingga dapat memiliki sebuah Business Intelligence Dashboard dan Model Machine Learning yang Canggih. Pertanyaan berikutnya adalah apakah Anda / Boss Anda sudah siap berkomitmen untuk mengambil keputusan yang berbasiskan data?

Apakah anda sudah siap untuk:

1. Menghentikan lini bisnis / proyek / produk yang tidak menguntungkan

2. Memotong kerjasama dengan klien / vendor yang tidak economically feasible.

3. Membuat kebijakan yang mengatur tresshold seperti IRR, Margin, Cash Conversion yang memaksa setiap proses harus patuh dengan tresshold tersebut otherwise tidak bisa dilaksanakan. 

Apakah anda siap melakukan bersih-bersih bisnis berdasarkan insight yang anda dapatkan dari data? Karena mengetahui adalah satu hal, namun mengambil tindakan, khususnya perubahan, yang mana ini dalam pengalaman saya bekerja di level manajemen, tidak dapat menyenangkan semua pihak. 

Belum Siap Mengambil Data-Driven Decision

Klisenya, jika manajemen belum berani mengambil keputusan yang berbasis data adalah muncul pernyataan superior “Datanya gak bener. Gak bisa dipercaya”. 

Sehingga pada poin ini menimbulkan pertanyaan kembali kepada anda, apakah anda membutuhkan Business Intelligence Dashboard untuk membantu mengoptimalkan bisnis atau hanya karena teman makan siang C-Level / SVP anda di perusahaan lain memilikinya sehingga anda juga harus demikian demi prestise. 

Kesimpulan dan Pentingnya Sinergi serta Komitmen Berbasis Data

Dari banyaknya kegagalan pada Project Data Analytics yang ada, tidak hanya di Indonesia namun secara Global. Menurut pengalaman dan pengamatan saya selama bekerja di bidang Data yang telah saya jabarkan di atas, ada 2 faktor utama beserta turunannya yang wajib dipenuhi agar proyek Data tersebut tidak gagal dalam artian dapat memberikan business outcome yang dapat ternilai. Adapun 2 faktor tersebut adalah: 

  1. Sinergi antara People, Process, dan Technology 
  2. Komitmen Decision Maker pada Organisasi untuk mau dan berani untuk mengambil keputusan yang berbasis data

Dua faktor tersebut adalah hal yang harus anda pikirkan matang – matang secara fundamental. Ini bukan mengenai “Apakah saya harus pakai Power BI atau Tableau” atau “Sebaiknya saya simpan data di on-premise atau cloud”. Dua faktor di atas menurut hemat saya adalah faktor penentu berhasil atau tidaknya sebuah Project Data Analytics, baik Business Intelligence maupun Data Science.

Mengapa Project Data Analytics Gagal

Kita telah mengeksplorasi mengapa banyak project Data Analytics gagal. Dua faktor kritis yang harus dipenuhi adalah sinergi antara People, Process, dan Technology, serta komitmen pembuat keputusan untuk mengambil langkah-langkah berdasarkan data.

Meskipun dunia Data Analytics terus berkembang, memahami dan mengatasi hambatan-hambatan ini adalah kunci keberhasilan. Dengan menjaga sinergi dan komitmen, proyek Data Analytics dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada hasil bisnis yang dapat diukur.

Author: Yopi Andriyansah

Editor: Kibar Mahardhika

Temukan berbagai pembelajaran teknologi lainnya!

Summary
Inilah Alasan Mengapa Project Data Analytics Gagal
Article Name
Inilah Alasan Mengapa Project Data Analytics Gagal
Description
Simak alasan kegagalan project Data Analytics dan pentingnya sinergi serta komitmen berbasis data dalam bisnis.
Author
Publisher Name
G2Academy
Publisher Logo